A. Pengertian
Artritis Reumatoid (Rheumatoid arthritis) is a chronic inflammatory disease with primary manifestation poliartritis progressive and involve all the organs, jadi merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001)
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E Marilynn, 2000 : hal 859)
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.(Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536)
Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )
Penyebab / Etiologi Artritis Reumatoid
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
D. Manifestasi Klinik Artritis Reumatoid
Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang ditemukan pada penderita reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
1) Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam.
2) Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
3) Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
4) Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
5) Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
6) Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.
Patofisiologi Artritis Reumatoid
Membran syinovial pada pasien reumatoid artritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, reumatoid artritis sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang menujukkan bahwa reumatoid artritis disebabkan oleh arthritogenic yang belim teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein 39.
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita reumatoid artritis.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medik pada pasien RA diantaranya :
a) Pendidikan : meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab, dan prognosis penyakit ini
b) Istirahat : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat
c) Latihan : pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi berkurang, ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi pasien
d) Termoterapi
e) Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat
f) Pemberian Obat-obatan :
Anti Inflamasi non steroid (NSAID) contoh:aspirin yang diberikan pada dosis yang telah ditentukan.
Obat-obat untuk Reumatoid Artitis :
• Acetyl salicylic acid, Cholyn salicylate (Analgetik, Antipyretik, Anty Inflamatory)
• Indomethacin/Indocin(Analgetik, Anti Inflamatori)
• Ibufropen/motrin (Analgetik, Anti Inflamatori)
• Tolmetin sodium/Tolectin(Analgetik Anti Inflamatori)
• Naproxsen/naprosin (Analgetik, Anti Inflamatori)
• Sulindac/Clinoril (Analgetik, Anti Inflamatori)
• Piroxicam/Feldene (Analgetik, Anti Inflamatori)
PROGNOSIS
Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50– 70% pasien artritis reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk.Golongan ini umumya meninggi 10–15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa artritis reumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna.Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buahsendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi secaraagresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi dalam 2 tahun pertama.
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, dll.
b. Keluhan Utama
Pada pasien dengan artritis reumatoid, mengeluh nyeri sendi dan nyeri tekan disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak sekitar sendi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
P : Provokatif (Sebab Masalah)
Apakah yang menyebabkan klien merasa nyeri pada sendi yang disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak.
Q : Quality (Kualitas, kuantitas masalah)
Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien, apakah nyeri yang dirasakan :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat : 7 – 10
Dan apakah selama aktivitas daat melakuakn kesehariannya.
R : Reagent (Tempat, area yang dirasakan )
Tanyakan pada pasien, apakah dapat menunjukkan letak lokasi nyeri yang dirasakan ?
S : Sifikti & Skill (Usaha yang dilakukan)
Tanyakan usaha apakah yang telah dilakukan oleh pasien untuk mengatasi nyeri ?
T : Time (Waktu)
Berapa lama rasa nyeri yang dialami pasien biasanya ?
(Obat dapat menuntaskan penyakitnya / rasa nyeri hanya dalam jangka waktu sementara)
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan kepada pasien, apakah mempunyai riwayat penyakit infeksi lain ? atau gangguan sistem normonal yang berhubungan dengan faktor genetika / keturunan ?
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada pasien, apakah ada keluarga yang menderita penyakit “AR” ? atau penyakit turunan lainnya misalnya DM, HT, atau Riwayat penyakit keluarga lain yang berhubungan dengan penggunaan makanan, vitamin, riwayat perikarditis lesi katup, dll ?
f. Pengkajian Psikososial – Spiritual
a. Psikologi : Apakah pasien merasa cemas terhadap penyakitnya ?
b. Sosial : Kaji, Bagaimana hubungan interaksi pasien dengan dokter, perawat, keluarga, dan sesama pasien lain.
c. Spiritual : Kaji, apakah pasien menjalankan ibadahnya menurut keyakinan dan agama yang pasien anut ?
II. PEMENUHAN KEBUTUHAN
a. Pola Makan
Kaji kebiasaan makan klien selama dirumah sakit atau dirumah
Biasanya nafsu makan menurun
Kesulitan untuk mengunyah
Terjadi penurunan berat badan.
b. Pola Minum
Kaji kebebasan pola minum klien selama dirumah sakit, maupun dirumah.
Nampak penurunan / masukan cairan yang tidak adekuat.
Terjadi kekeringan pada membran mukosa
c. Eliminasi Alvi (BAB)
Kaji pola kebiasaan BAB pasien ; warna, dan konsistensinya.
d. Eliminasi Urine (BAK)
Kaji pola kebiasaan BAK pasien : warna, bau, dll.
e. Istirahat Tidur
Berhubungan dengan nyeri sendi, nyeri tekan, menyebabkan pasien sulit untuk istirahat tidur yang disertai karena adanya pengaruh gaya hidup atau pekerjaan.
f. Aktifitas
Klien membatasi kegiatan yang berlebihan, biasanya pada klien dengan artritis reumatoid berhubungan dengan keterbatasn rentang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur / kelainan pada sendi dan otot, yang dapat berpengaruh besar bagi kegiatan kesehariannya.
g. Kebutuhan Kebersihan Diri
Biasanya klien dengan penyakit semacam ini akan mengalami kesulitan melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan pada orang lain.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kaji obervaasi tanda-tanda vital (TTV)
TD :
S :
N :
Pernafasan : Pada umumnya klien dengan penyakit seperti ini tingkat kesadaran dalam keadaan sadar /compus mentis dengan GCS : 4-5-6
Pada umumnya suhu tubuh mengalami demam ringan (Selama periode eksaserbasi), dan biasanya tacikardi.
PENGKAJIAN PERSISTEM
a. Sistem Integumen
Kulit nampak mengkilat,
Turgor, tekstur (penebalan pada kulit)
Integritas (lecet, kemerahan, luka, gengguan siikulasi ke ekstremitas).
b. Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi :
- Perhatian keadaan sendi-sendi pada leher, spina servikal, spina torakal, lumbai, bahu siku, pergelangan, tangan dan jari tangan, pinggul, lutut, ekstermitas bawah dan panggul
- Amati kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak sekitar sendi.
Palpasi :
- Adanya nyeri sendi padadaerah yang disertai kemerahan / bengkak.
Dengan skala nyeri :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat : 7 – 10
- Temperatur hangat pada sendi yang nyeri.
c. Sistem penglihatan
Inspeksi : Kelainan mata yang sering dijumpai pada “AR” adalah kerato konjungtivitis sicca yang merupakan manifestasi sindrom sjogren. Pada keadaan itu gejala ini sering kali tidak dirasakan oleh pasien pada episode episkleritis yang ringan.
Dapat pula dijumpai gejala skleritis yangsecara histologis menyerupai nodul reumatoid dan dapat terjadi erosi sklera sampai pada palpasi koroid serta menimbulkan gejala sklero malaia pektorans sebagai akibat terjadi kebutaan.
d. Sistem Pernafasan
Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa nyeri tenggorokan, nyeri menelan / disfunia yang sering dirasakan pada pagi hari dengan gejala efusi pleura dan fibrosa paru luas.
e. Sistem Kardiovaskuler
Pada “AR” jarang dijumai gejala perikarditis berupa nyeri dada gangguan faal jantung akan tetapi pada beberapa pasien dapat pula dijumpai gejala perikarditis konstriktif yang berat. Lesi inflamatis yang merupakan nodul reumatoid dapatdijumpai pada miokardium dan katup jatung/. Lesi dapat menyebabkan disfungsi katup, tenoken embolisasi, g3 konduksi aortitis dan kardiomopati.
f. Sistem Persyarafan
Pada sistem ini gejala tidak begitu jelas “AR” berhubungan dengan miesopati akibat insabilitas vertebra, servikal, neuropati zepitan, /neuropati iskemik akibat nasulilitis.
g. Sistem Pencernaan
Pada kasus ini kx tidak mengalami traktus gastrointeskinalis yang spesifik, namun dalam hal ini “AR” dapat mengakibat kanulkus peptikum. Pada G I (Gastritis) merupakan komplikasi utama obat anti inflamasi dari gejala “AR”.
h. Sistem Reproduksi
Tidak adanya penyakit kelamin.
i. Sistem Perkemian
Dapat ditentukan adanya neuro karotis pati dan papilar ginjal.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan peruabhan patologis oleh artritis rheumatoid.
2. Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi terhadap aktivitas, penruunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan mobilitas, perubahan penampilan tubuh.
INTERVENSI DAN RASIONAL
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh Artritis Rheumatoid.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien dapat berangsur berkurang
Kriteria Hasil :
Menunjukkan nyeri hilang / terkontrol
Dapat tidur / istirahat dan dapat berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1. Selidiki keluahan nyeri, catat lokasi dan intensitas. (skala 0 -10). Catat faktor-faktor yang mempercapat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.
R / : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
2. Berikan matras / Kasur keras / bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
R / : Matras yang lembut / empuk. Bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Pennggian linen tempat diur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri.
3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk dikursi. Tingkatkan istirahat ditempat tidur sesuai indikasi.
R / : Pada penyakit berat / eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan (sampai perbaikan obyektif dan subjektif didapat) untuk membatasi nyeri / cedera sendi.
4. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak titempat tidur, sokong sendi yang sakit diatas dan dibawah, hindari gerakan yang menyentak.
R / : mencegah terjadinya kelelahan umur dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan ataurasa sakit pada sendi.
5. Anjurkan pasien utnuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu tidur, sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi dan sebagainya.
R / : Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas menunrunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan dipagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan loka dermal dapat disembuhkan.
Diagnosa 2 : Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi terhadap aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Tujuan : Dapat bergerak / mampu dengan sengaja bergerak dalam ligkungan fisik.
Kriteria Hasil :
Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya atau pembatasan kontraktur.
Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan / atau kompensasi bagian tubuh.
Mendemonstrasikan teknik / perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi :
1. Evaluasi / lanjutkan pemantauan tingkat iflamasi / rasa sakit pada sendi.
R / : Tingkat aktivitas / latihan tergantung dari perkembangan / resolusi dari proses inflamasi.
2. Pertahankan istirahat tirah baring / duduk jika diperlukan. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerusdan tidur malam hari yang tidak terganggu.
R / : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
3. Dorong badan mempertahankan postur tegak dan duduk ; tinggi, berdiri, jalan.
R / : Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
4. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi / kloset, menggunakan pegangan-pegangan tangga pada bak / pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda penyelamat.
R / : Menghindari cedera akibat kecelakaan / jatuh.
5. Berikan matras busa / Pengubah tekanan
R / : Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah ntuk mengurangi risiko imobilitas / terjadi dekubitus.
Diagnosa 3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidak seimbangan mobilitas, perubahan penampilan tubuh.
Tujuan : Perubahan pada gaya hidup / kemampuan fisik untuk melanjutkan peran.
Kriteria hasil :
Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit.
Adanya perubahan gaya hidup.
Menyusun tujuan / rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi :
1. Dorong pengungkapan mengenai maslaah tentang proses penyakit, harapan masa depan.
R / : Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung.
2. Diskusikan arti dari kehilangan / peruabhaan pada pasien / orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi pasien dalam mefungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual.
R / : Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.
3. Susunan batasan pada perilaku maladaptif. Bantu pasien untk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
R / : Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
4. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas.
R / : Meningkatkan perasaan kompetensi / harga diri, mendorong kemandirian dan mendorong partisipasi dalam terapi.
V. IMPLEMENTASI
Merupakan tindakan pelaksanaan dari intervensi yang telah dibuat untuk dapat mengatasi diagnosa keperawatan yang telah ada.
VI. EVALUASI
1. Apakah rasa nyeri yang dirasakan pasien berangsur berkurang / hilang ?
2. Apakah mobilitas fisik pasien telah teratasi ?
3. Apakah gangguasn citra tubuh pasien terhadap mobilitas fisik telah terjadi perubahan ?
DAFTAR PUSTAKA
Engram. Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC : Jakarta.
Wilson. L dan A. Prie S. (1994). Patofisilogi Buku II. EGC : Jakarta.
Doenges E. Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
Barabara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Pajajaran : Bandung.
Apley. Graham A. dan Solomon L. (1995). Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi Ketujuh.
Mansjoer, Arif dkk. (2001). Kapita Selektas Kedokteran Edisi Ketiga, Jilid I. Media Assculapius. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.
Noer S. Prof. dr. Hm. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Artritis Reumatoid (Rheumatoid arthritis) is a chronic inflammatory disease with primary manifestation poliartritis progressive and involve all the organs, jadi merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001)
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E Marilynn, 2000 : hal 859)
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.(Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536)
Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )
Penyebab / Etiologi Artritis Reumatoid
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
D. Manifestasi Klinik Artritis Reumatoid
Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang ditemukan pada penderita reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
1) Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam.
2) Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
3) Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
4) Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
5) Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
6) Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.
Patofisiologi Artritis Reumatoid
Membran syinovial pada pasien reumatoid artritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, reumatoid artritis sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang menujukkan bahwa reumatoid artritis disebabkan oleh arthritogenic yang belim teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein 39.
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita reumatoid artritis.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medik pada pasien RA diantaranya :
a) Pendidikan : meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab, dan prognosis penyakit ini
b) Istirahat : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat
c) Latihan : pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi berkurang, ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi pasien
d) Termoterapi
e) Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat
f) Pemberian Obat-obatan :
Anti Inflamasi non steroid (NSAID) contoh:aspirin yang diberikan pada dosis yang telah ditentukan.
Obat-obat untuk Reumatoid Artitis :
• Acetyl salicylic acid, Cholyn salicylate (Analgetik, Antipyretik, Anty Inflamatory)
• Indomethacin/Indocin(Analgetik, Anti Inflamatori)
• Ibufropen/motrin (Analgetik, Anti Inflamatori)
• Tolmetin sodium/Tolectin(Analgetik Anti Inflamatori)
• Naproxsen/naprosin (Analgetik, Anti Inflamatori)
• Sulindac/Clinoril (Analgetik, Anti Inflamatori)
• Piroxicam/Feldene (Analgetik, Anti Inflamatori)
PROGNOSIS
Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50– 70% pasien artritis reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk.Golongan ini umumya meninggi 10–15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa artritis reumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna.Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buahsendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi secaraagresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi dalam 2 tahun pertama.
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, dll.
b. Keluhan Utama
Pada pasien dengan artritis reumatoid, mengeluh nyeri sendi dan nyeri tekan disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak sekitar sendi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
P : Provokatif (Sebab Masalah)
Apakah yang menyebabkan klien merasa nyeri pada sendi yang disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak.
Q : Quality (Kualitas, kuantitas masalah)
Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien, apakah nyeri yang dirasakan :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat : 7 – 10
Dan apakah selama aktivitas daat melakuakn kesehariannya.
R : Reagent (Tempat, area yang dirasakan )
Tanyakan pada pasien, apakah dapat menunjukkan letak lokasi nyeri yang dirasakan ?
S : Sifikti & Skill (Usaha yang dilakukan)
Tanyakan usaha apakah yang telah dilakukan oleh pasien untuk mengatasi nyeri ?
T : Time (Waktu)
Berapa lama rasa nyeri yang dialami pasien biasanya ?
(Obat dapat menuntaskan penyakitnya / rasa nyeri hanya dalam jangka waktu sementara)
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan kepada pasien, apakah mempunyai riwayat penyakit infeksi lain ? atau gangguan sistem normonal yang berhubungan dengan faktor genetika / keturunan ?
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada pasien, apakah ada keluarga yang menderita penyakit “AR” ? atau penyakit turunan lainnya misalnya DM, HT, atau Riwayat penyakit keluarga lain yang berhubungan dengan penggunaan makanan, vitamin, riwayat perikarditis lesi katup, dll ?
f. Pengkajian Psikososial – Spiritual
a. Psikologi : Apakah pasien merasa cemas terhadap penyakitnya ?
b. Sosial : Kaji, Bagaimana hubungan interaksi pasien dengan dokter, perawat, keluarga, dan sesama pasien lain.
c. Spiritual : Kaji, apakah pasien menjalankan ibadahnya menurut keyakinan dan agama yang pasien anut ?
II. PEMENUHAN KEBUTUHAN
a. Pola Makan
Kaji kebiasaan makan klien selama dirumah sakit atau dirumah
Biasanya nafsu makan menurun
Kesulitan untuk mengunyah
Terjadi penurunan berat badan.
b. Pola Minum
Kaji kebebasan pola minum klien selama dirumah sakit, maupun dirumah.
Nampak penurunan / masukan cairan yang tidak adekuat.
Terjadi kekeringan pada membran mukosa
c. Eliminasi Alvi (BAB)
Kaji pola kebiasaan BAB pasien ; warna, dan konsistensinya.
d. Eliminasi Urine (BAK)
Kaji pola kebiasaan BAK pasien : warna, bau, dll.
e. Istirahat Tidur
Berhubungan dengan nyeri sendi, nyeri tekan, menyebabkan pasien sulit untuk istirahat tidur yang disertai karena adanya pengaruh gaya hidup atau pekerjaan.
f. Aktifitas
Klien membatasi kegiatan yang berlebihan, biasanya pada klien dengan artritis reumatoid berhubungan dengan keterbatasn rentang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur / kelainan pada sendi dan otot, yang dapat berpengaruh besar bagi kegiatan kesehariannya.
g. Kebutuhan Kebersihan Diri
Biasanya klien dengan penyakit semacam ini akan mengalami kesulitan melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan pada orang lain.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kaji obervaasi tanda-tanda vital (TTV)
TD :
S :
N :
Pernafasan : Pada umumnya klien dengan penyakit seperti ini tingkat kesadaran dalam keadaan sadar /compus mentis dengan GCS : 4-5-6
Pada umumnya suhu tubuh mengalami demam ringan (Selama periode eksaserbasi), dan biasanya tacikardi.
PENGKAJIAN PERSISTEM
a. Sistem Integumen
Kulit nampak mengkilat,
Turgor, tekstur (penebalan pada kulit)
Integritas (lecet, kemerahan, luka, gengguan siikulasi ke ekstremitas).
b. Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi :
- Perhatian keadaan sendi-sendi pada leher, spina servikal, spina torakal, lumbai, bahu siku, pergelangan, tangan dan jari tangan, pinggul, lutut, ekstermitas bawah dan panggul
- Amati kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak sekitar sendi.
Palpasi :
- Adanya nyeri sendi padadaerah yang disertai kemerahan / bengkak.
Dengan skala nyeri :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat : 7 – 10
- Temperatur hangat pada sendi yang nyeri.
c. Sistem penglihatan
Inspeksi : Kelainan mata yang sering dijumpai pada “AR” adalah kerato konjungtivitis sicca yang merupakan manifestasi sindrom sjogren. Pada keadaan itu gejala ini sering kali tidak dirasakan oleh pasien pada episode episkleritis yang ringan.
Dapat pula dijumpai gejala skleritis yangsecara histologis menyerupai nodul reumatoid dan dapat terjadi erosi sklera sampai pada palpasi koroid serta menimbulkan gejala sklero malaia pektorans sebagai akibat terjadi kebutaan.
d. Sistem Pernafasan
Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa nyeri tenggorokan, nyeri menelan / disfunia yang sering dirasakan pada pagi hari dengan gejala efusi pleura dan fibrosa paru luas.
e. Sistem Kardiovaskuler
Pada “AR” jarang dijumai gejala perikarditis berupa nyeri dada gangguan faal jantung akan tetapi pada beberapa pasien dapat pula dijumpai gejala perikarditis konstriktif yang berat. Lesi inflamatis yang merupakan nodul reumatoid dapatdijumpai pada miokardium dan katup jatung/. Lesi dapat menyebabkan disfungsi katup, tenoken embolisasi, g3 konduksi aortitis dan kardiomopati.
f. Sistem Persyarafan
Pada sistem ini gejala tidak begitu jelas “AR” berhubungan dengan miesopati akibat insabilitas vertebra, servikal, neuropati zepitan, /neuropati iskemik akibat nasulilitis.
g. Sistem Pencernaan
Pada kasus ini kx tidak mengalami traktus gastrointeskinalis yang spesifik, namun dalam hal ini “AR” dapat mengakibat kanulkus peptikum. Pada G I (Gastritis) merupakan komplikasi utama obat anti inflamasi dari gejala “AR”.
h. Sistem Reproduksi
Tidak adanya penyakit kelamin.
i. Sistem Perkemian
Dapat ditentukan adanya neuro karotis pati dan papilar ginjal.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan peruabhan patologis oleh artritis rheumatoid.
2. Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi terhadap aktivitas, penruunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan mobilitas, perubahan penampilan tubuh.
INTERVENSI DAN RASIONAL
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh Artritis Rheumatoid.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien dapat berangsur berkurang
Kriteria Hasil :
Menunjukkan nyeri hilang / terkontrol
Dapat tidur / istirahat dan dapat berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1. Selidiki keluahan nyeri, catat lokasi dan intensitas. (skala 0 -10). Catat faktor-faktor yang mempercapat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.
R / : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
2. Berikan matras / Kasur keras / bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
R / : Matras yang lembut / empuk. Bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Pennggian linen tempat diur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri.
3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk dikursi. Tingkatkan istirahat ditempat tidur sesuai indikasi.
R / : Pada penyakit berat / eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan (sampai perbaikan obyektif dan subjektif didapat) untuk membatasi nyeri / cedera sendi.
4. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak titempat tidur, sokong sendi yang sakit diatas dan dibawah, hindari gerakan yang menyentak.
R / : mencegah terjadinya kelelahan umur dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan ataurasa sakit pada sendi.
5. Anjurkan pasien utnuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu tidur, sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi dan sebagainya.
R / : Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas menunrunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan dipagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan loka dermal dapat disembuhkan.
Diagnosa 2 : Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi terhadap aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Tujuan : Dapat bergerak / mampu dengan sengaja bergerak dalam ligkungan fisik.
Kriteria Hasil :
Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya atau pembatasan kontraktur.
Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan / atau kompensasi bagian tubuh.
Mendemonstrasikan teknik / perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi :
1. Evaluasi / lanjutkan pemantauan tingkat iflamasi / rasa sakit pada sendi.
R / : Tingkat aktivitas / latihan tergantung dari perkembangan / resolusi dari proses inflamasi.
2. Pertahankan istirahat tirah baring / duduk jika diperlukan. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerusdan tidur malam hari yang tidak terganggu.
R / : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
3. Dorong badan mempertahankan postur tegak dan duduk ; tinggi, berdiri, jalan.
R / : Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
4. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi / kloset, menggunakan pegangan-pegangan tangga pada bak / pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda penyelamat.
R / : Menghindari cedera akibat kecelakaan / jatuh.
5. Berikan matras busa / Pengubah tekanan
R / : Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah ntuk mengurangi risiko imobilitas / terjadi dekubitus.
Diagnosa 3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidak seimbangan mobilitas, perubahan penampilan tubuh.
Tujuan : Perubahan pada gaya hidup / kemampuan fisik untuk melanjutkan peran.
Kriteria hasil :
Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit.
Adanya perubahan gaya hidup.
Menyusun tujuan / rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi :
1. Dorong pengungkapan mengenai maslaah tentang proses penyakit, harapan masa depan.
R / : Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung.
2. Diskusikan arti dari kehilangan / peruabhaan pada pasien / orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi pasien dalam mefungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual.
R / : Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.
3. Susunan batasan pada perilaku maladaptif. Bantu pasien untk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
R / : Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
4. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas.
R / : Meningkatkan perasaan kompetensi / harga diri, mendorong kemandirian dan mendorong partisipasi dalam terapi.
V. IMPLEMENTASI
Merupakan tindakan pelaksanaan dari intervensi yang telah dibuat untuk dapat mengatasi diagnosa keperawatan yang telah ada.
VI. EVALUASI
1. Apakah rasa nyeri yang dirasakan pasien berangsur berkurang / hilang ?
2. Apakah mobilitas fisik pasien telah teratasi ?
3. Apakah gangguasn citra tubuh pasien terhadap mobilitas fisik telah terjadi perubahan ?
DAFTAR PUSTAKA
Engram. Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC : Jakarta.
Wilson. L dan A. Prie S. (1994). Patofisilogi Buku II. EGC : Jakarta.
Doenges E. Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
Barabara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Pajajaran : Bandung.
Apley. Graham A. dan Solomon L. (1995). Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi Ketujuh.
Mansjoer, Arif dkk. (2001). Kapita Selektas Kedokteran Edisi Ketiga, Jilid I. Media Assculapius. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.
Noer S. Prof. dr. Hm. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar